Kedepan perlu adanya strategi pendekatan komunikasi yang horizontal, konvergen, transaksional dan partisipatif dalam pertanian sehingga bisa mempercepat alih teknologi dan adopsi inovasi program serta akan menggerakkan partisipasi petani dalam program-program pembangunan pertanian. Demikian hasil kajian Wawan Tolinggi, Staf Pengajar Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo, Makasar yang disampaikan saat Diskusi dan Peluncuran Buku Pertanian dan Pangan, Tinjauan Kebijakan, Produksi dan Riset yang diselenggarakan Yayasan Omar Taraki di Seafast IPB Darmaga, Bogor, Jawa Barat (18/2).
Model pembangunan pertanian yang dinilai layak dikembangkan tersebut adalah model komunikasi interaktif yang menghasilkan keseimbangan dalam perspektif teori pertukaran (exchange theory) melalui jalur kelembagaan yang mapan didukung oleh bentuk-bentuk komunikasi yang efektif baik vertikal maupun horizontal dalam sistem sosial pertanian. “Dalam model ini harus melibatkan tokoh-tokoh lokal untuk mempercepat program, tidak hanya badan penelitian dan Dinas Pertanian. Melibatkan mereka dalam proses pengambilan putusan, pelaksanaan sampai evaluasi,” kata Tolinggi.
Menurut hasil kajiannnya dalam buku ini, Tolinggi mengatakan bahwa pendekatan komunikasi konvergen lebih memungkinkan terjalinnya integrasi antara kepentingan nasional dengan kepentingan petani dan potensi lingkungan setempat. Pendekatan tersebut lebih menempatkan petani secara layak, keberadaan petani dengan aspek kepentingan dan kemampuannya lebih setara sehingga akan mendorong tingginya partisipasi petani dalam program-program pembangunan.
Model komunikasi yang konvergen dan interaktif dalam program-program pembangunan seharusnya mengedepankan pendidikan untuk penyadaran. Hasil kajian Tolinggi juga menyebutkan, pembangunan pertanian berkelanjutan memerlukan suatu model yang efektif dengan jaringan komunikasi yang melembaga dalam kehidupan masyarakat, serta pengembangan perilaku petani yang efektif.
Kegagalan pendekatan dan strategi komunikasi pembangunan dalam program pertanian pada umumnya terletak pada tingkat implementasi dimana model pendekatan dari komunikator (sumber informasi) yang keliru sehingga mengakibatkan kurangnya partisipasi petani dalam program tersebut, teknologi yang dikembangkan seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengguna dan pendekatan komunikasi teknologi pertanian belum mempertimbangkan aspek lokalitas untuk meningkatkan keefektifan, efisiensi dan kecepatan prosesnya dari alih teknologi serta ketidaktepatan dalam mengemas pesan dan pemilihan saluran merupakan salah satu penyebab kegagalan penerapan teknologi oleh petani.
Menurut Tolinggi, program pembangunan pertanian di Indonesia sejak tahun 1970-an tidak terlepas dari konstruksi model pembangunan yang bertumpu pada teori modernisasi dan westernisasi. Model ini telah banyak menuai kritikan dari para pemerhati pembangunan pertanian. Kementerian Pertanian (dulunya Deptan), menggunkan berbagai konsep dan pendekatan dalam program pembangunan pertanian dan perdesaan. Pendekatan yang digunakan umumnya terkait dengan paradigma pembangunan global yang sedang popular. Pendekatan pembangunan pertanian yang mengacu pada konsep modernisasi bertumpu pada model komunikasi linear yaitu komunikasi yang cenderung satu arah, dari atas ke bawah (top down). Pendekatan pembangunan seperti ini lebih mengutamakan kepentingan atas (nasional) dan kurang mengembangkan perilaku masyarakat berdasarkan kesadaran masyarakat (petani) itu sendiri.
KOMUNIKASI PARTISIPATIF SANGAT DIBUTUHKAN PARA PETANI DALAM MEMBANTU PARA PETANI GUNA MEMBERI INFORMASI DAN PENYULUHAN SEHINGGA PEMBANGUNAN PERTANIAN BISA TERWUJUD.
BalasHapusartikelnya bgs bisa memberikan informasi yang menarik bagi terwujudnya pertanian yang berkembang
BalasHapusKomunikasi partisipatif sangat dibutukan dalam pembangunan pertanian dimana dalam hal ini petani dijadikan sebagai subjek bukan sebagai objek, dalam hal ini penyuluh hanya berperan sebagai fasilitator.
BalasHapus